Beranda | Artikel
Syubhat Usbu Muhammad bin Abdul Wahab dan Kajian Mengenang Syekh Al-Albani
Rabu, 18 Juni 2025

Sebagian dai ahlul bid’ah yang merayakan perayaan maulid Nabi dan perayaan haul kyai, mereka menebarkan syubhat berupa dua acara:

Pertama, acara “Usbu’ Muhammad bin Abdul Wahab”.

Kedua, kajian berjudul “Mengenang Syekh Al-Albani“.

Mereka mengatakan, “Salafi melarang perayaan maulid Nabi dan perayaan haul kyai, tapi mereka sendiri merayakan haul Muhammad bin Abdul Wahab dan haul Al-Albani. Tokohnya kelompok lain tidak boleh dirayakan, sedangkan tokohnya kelompok sendiri boleh dirayakan. Dasar standar ganda!”

Itu syubhat mereka.

Sebelum kita jawab syubhat ini, perlu diketahui dahulu hakikat dua acara yang dimaksud.

Pertama, “Usbu’ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab” adalah sebuah rangkaian acara muktamar yang diselenggarakan di Universitas Muhammad bin Su’ud pada tahun 1400 H di Riyadh. Acara tersebut berisi muhadharah (kajian) tentang sejarah perjuangan Syekh Muhammad bin Abdil Wahab, pameran sejarah dan biografi Syekh, pengenalan buku-buku Syekh, dan pembagian buku gratis.

Kedua, kajian berjudul “Mengenang Sang Guru Mulia Syekh Al Albani” adalah sebuah kajian atau tabligh akbar dengan pemateri adalah Syekh Dr. Malik Husain Sya’ban, diadakan pada tanggal 21 Januari 2018 di Jakarta Utara. Acara tersebut berisi kajian tentang sejarah perjuangan Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam menutut ilmu sehingga menjadi seorang ulama besar. Dan bagaimana prinsip-prinsip dakwah beliau.

Baca juga: Ahlusunah Membela Kezaliman Penguasa?

Dari sini tentu orang yang inshaf, jujur, dan memandang perkara dengan pikiran jernih tentu akan memahami perbedaan dua acara tersebut dengan perayaan maulid Nabi atau perayaan haul kyai.

Namun agar lebih jelas, kami akan jelaskan perbedaannya dalam beberapa poin:

Poin pertama, ‘illah (sebab) pelarangan melakukan perayaan maulid dan haul bukanlah “mengenang”. Tidak pernah ada yang melarang perbuatan mengenang Nabi atau mengenang ulama. Tidak ada yang melarang membahas sejarah atau biografi ulama. Namun, ‘illah-nya adalah membuat al-‘ied (hari raya) baru dalam agama. Ciri utama al-‘ied adalah dilakukan rutin atau berulang-ulang serta orang-orang bersengaja untuk berkumpul-kumpul di waktu tersebut.

Dalam Lisanul Arab disebutkan,

والعِيدُ : كلُّ يوم فيه جَمْعٌ ، واشتقاقه من عاد يَعُود كأَنهم عادوا إِليه

“Al-‘ied adalah setiap hari yang orang-orang berkumpul-kumpul di hari itu. Berasal dari kata ‘aada-ya’uudu karena seakan-akan secara rutin orang-orang mengulang hari itu.”

Sehingga, perayaan maulid Nabi dan maulid-maulid lainnya serta haul kyai jelas merupakan al-‘ied karena dilakukan secara berulang dan rutin setiap tahun. Selain itu, orang-orang juga bersengaja berkumpul-kumpul di hari itu. Sedangkan membuat al-‘ied yang baru dalam agama adalah kebid’ahan.

Adapun usbu‘ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab dan kajian Mengenang Al-Albani bukanlah al-‘ied karena tidak diadakan secara berulang di waktu tertentu. Hanya pernah terjadi sekali saja kemudian selesai.

Poin kedua, selain membuat al-‘ied yang baru, acara perayaan maulid Nabi dan maulid-maulid lainnya serta haul kyai dianggap sebagai suatu ritual ibadah dan bentuk taqarrub kepada Allah. Padahal, ritual ibadah ini tidak pernah dilakukan Nabi, atau para sahabat, atau para tabi’ut tabi’in, atau bahkan para imam mazhab yang empat.

Adapun usbu’ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab adalah sebuah muktamar, dan kajian Mengenang Al-Albani adalah sebuah kajian. Sehingga ini bukan ritual ibadah murni. Namun, merupakan majelis ilmu sebagaimana majelis-majelis ilmu yang lainnya.

Poin ketiga, dalam acara perayaan maulid Nabi dan maulid-maulid lainnya terdapat rangkaian ibadah, seperti zikir-zikir tertentu, bacaan-bacaan tertentu, tata cara ritual tertentu yang menegaskan bahwa ini adalah ritual ibadah yang tidak ada contohnya. Ditambah lagi keyakinan bahwa yang menghadiri acara tersebut mendapatkan fadhilah-fadhilah dan pahala yang luar biasa.

Adapun usbu‘ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab adalah sebuah muktamar, dan kajian Mengenang Al-Albani tidak ada zikir-zikir khusus, bacaan khusus, atau tata cara ritual khusus karena ini adalah majelis ilmu (pengajian biasa) sebagaimana majelis ilmu yang lain. Pahala yang didapatkan pun sebagaimana pahala mendatangi majelis ilmu pada umumnya.

Poin keempat, acara perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara rutin di hari yang dianggap hari lahir Nabi. Perayaan haul kyai dilaksanakan di hari yang dianggap hari wafatnya sang kyai. Maka perayaan seperti ini merupakan bentuk tasyabbuh terhadap orang kafir yang merayakan kelahiran dan kematian.

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من تشبه بقوم فهو منهم

“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 4031, dinilai hasan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10: 282; dinilai sahih oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1: 152)

Sedangkan usbu‘ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab tidak dilakukan di hari lahir atau hari wafatnya Syekh. Juga kajian Mengenang Syekh Al-Albani tidak dilaksanakan pada hari lahir atau hari wafatnya beliau. Tidak juga sebelum atau sesudahnya. Bahkan tidak ada kaitannya dengan hari lahir atau hari wafat beliau-beliau.

Poin kelima, perayaan maulid Nabi dan maulid-maulid lainnya serta haul kyai disertai keyakinan-keyakinan khurafat, seperti ruh Nabi atau ruh kyai hadir ketika acara berlangsung, orang yang hadir mendapatkan keberkahan dari kuburan kyai dan karomah kyai. Seringkali dibacakan syair-syair yang memuji Nabi atau kyai secara berlebih. Bahkan, terkadang juga terdapat perbuatan meminta hajat kepada arwah Nabi atau arwah kyai.

Adapun acara usbu‘ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab dan kajian Mengenang Al-Albani tidak terdapat semua perkara di atas. Isinya murni kajian ilmu agama.

Poin keenam, perayaan haul kyai di adakan di kuburan kyai. Padahal, kuburan bukan tempat untuk kumpul-kumpul dan ibadah. Dari Aisyah dan juga Abdullah bin Abbas radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

لَعْنَةُ اللَّهِ علَى اليَهُودِ والنَّصارَى؛ اتَّخَذُوا قُبُورَ أنْبِيائِهِمْ مَساجِدَ قالت عائشة رضي الله عنها يُحَذِّرُ ما صَنَعُوا

“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, ketika mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” Aisyah berkata, “Nabi melarang perbuatan demikian.” (HR. Bukhari no. 1330 dan Muslim no. 529)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

مِن شرِّ النَّاسِ مَن تُدرِكُه السَّاعةُ ومَن يتَّخذُ القبورَ مساجدَ

“Termasuk seburuk-buruk manusia adalah yang menemui hari kiamat dan orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat ibadah).” (HR. Ahmad, 5: 324; Ibnu Hibban no. 2325; dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Tahdzirus Sajid, hal. 26)

Adapun acara usbu’ Syekh Muhammad bin Abdil Wahab diadakan di univesitas dan kajian Mengenang Al-Albani diadakan di masjid. Sebagaimana umumnya acara-acara demikian.

Poin ketujuh, para ulama dan ustadz sunah tidak hanya membahas dan membuat kajian tentang biografi dan Syekh Muhammad bin Abdil Wahab atau Syekh Al-Albani. Namun juga membahas sejarah dan biografi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat Nabi, para tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para ulama seperti Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, baik ulama terdahulu maupun kontemporer.

Mengapa di-framing seolah-olah hanya membahas sejarah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dan Al-Albani saja, sehingga orang menyangka ini dilakukan karena fanatik kelompok?

Silakan datang ke kajian-kajian ustadz sunah, tidak ada satu pun ulama pun yang dikultuskan, dianggap maksum tidak mungkin salah, diambil semua pendapatnya. Termasuk Syekh Muhammad bin Abdul Wahab atau Syekh Al-Albani.

Apalagi di-tabarruki (dicari berkahnya), diperebutkan bekas minumnya, dicari keringatnya, diminta celupan jarinya, diperebutkan selendangnya. Itu semua tidak ada dalam kajian sunah.

Poin kedelapan, terakhir, usbu‘ Syekh Muhammad bin Abdul Wahab dengan semua yang kami jelaskan di atas, itu pun mendapat kritikan tajam dan larangan dari sebagian ulama salafi sendiri. Saking hati-hatinya mereka dan wara’-nya mereka dan ingin mencegah umat dari kultus individu dan fanatik buta.

Akhirul kalam, semoga yang masih senang melakukan kebid’ahan segera Allah beri taufik untuk meninggalkannya dan kembali kepada sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang suci dan mulia.

Semoga yang sedikit ini bisa mencerahkan. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Baca juga: Syubhat-Syubhat Penghalal Musik

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/105556-syubhat-usbu-muhammad-bin-abdul-wahab-dan-kajian-mengenang-syekh-al-albani.html